ALAMAT : KANTOR PUSAT & ASRAMA PUTRI 1 JL. MERBABU NO 26 KODE POS 63121 TLP. 0351-453920, ASRAMA PUTRI 2 JL. JOIRANAN NO 25, ASRAMA PUTRA JL. TRENGULI NO 18B, rintisan mbs hamka jl poncowati demangan kota madiun
Home » , » Mensucikan Jiwa Dalam Ajaran KH Ahmad Dahlan رَحمَهُ اللهُ Part 2

Mensucikan Jiwa Dalam Ajaran KH Ahmad Dahlan رَحمَهُ اللهُ Part 2

Written By pa-ponpes-muhammadiyah-madiun on Januari 25, 2013 | 12.47


Munthalaq (start point) : Tafsir Surat Al-Jâtsiyah Ayat 23

KHA Dahlan
Sebagai murid yang baik, yang tidak ingin kehilangan kilauan mutiara kehidupan gurunya, KHR Hadjid selalu menyelidiki apa yang menjadi pikiran dan renungan serta membuat masygul KH Ahmad Dahlan siang dan malam. Sampai pada suatu ketika beliau menemukan papan tulis kecil di atas meja sang guru. Di sana tertulis petikan al-Quran, surat al-Jatsyah ayat 23 berikut ini : 

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ[1] 
Tim Ulama yang menyusun Al-Tafsir Al-Muyassar menyatakan, ayat tersebut mengandung pesan utama agar orang-orang mukmin waspada jika hawa nafsu menjadi pendorong atau motivator mereka dalam beramal dan berkarya.[2]Menurut Al-Imam Al-Thabari, ayat tersebut menjelaskan orang-orang yang menjalankan agamanya dengan hawa nafsu. Ia tidak beriman dengan Allah SWT, tidak pula menghalalkan ataupun mengharamkan sesuatu berdasarkan ajaranNya; hawa nafsu oriented. Sehingga dapat ditegaskan bahwa orang seperti ini menjadikan hawa nafsu sebagai agamanya.[3] Hal senada dinyatakan oleh Ibnu Abbas, Hasan dan Qatadah radliallahu ‘anhum, sebagaimana dinukil oleh Al-Imam Al-Qurthubi dalam Al-Jami Li Ahkam Al-Quran. Sementara ‘Ikrimah radliallah ‘anhu berpendapat, ayat tersebut mengisyaratkan orang yang menyembah sesuatu sesukanya, atau yang dianggap baik. Abu Dardaradliallah ‘anhu berkata[4],

إذا أصبح الرجل اجتمع هواه وعمله وعلمه فإن كان عمله تبعا لهواه فيومه يوم سوء وإن كان عمله تبعا لعلمه فيومه يوم صالح[5]
Demikianlah makna firman Allah SWT dalam Al-Jatsiyah : 23 yang dikemukakan oleh sebagian mufassir terkemuka. Menurut penulis, masih diperlukan penafsiran yang lebih ‘tajam dan ‘menukik untuk membangkitkan spirit dan ruhiyah kita. Barangkali di sinilah letak ketajaman makna ayat tersebut dalam pandangan KH Ahmad Dahlan. Menurutnya, ayat tersebut mengandung makna dan ajaran sebagai berikut :

1)      Kita dilarang untuk menghambakan diri kepada siapapun atau benda apapun jua, kecuali kepada Allah SWT. Orang yang menghambakan diri kepada hawa nafsunya, mengerjakan apa saja yang menjadi dorongan hawa nafsunya dapat dikategorikan sebagai musyrik. Kaum musyrikin menyembah berhala karena taqlid buta kepada orang tua dan nenek moyang mereka. Ini bermakna mereka menjadi hamba dari hawa nafsunya, patuh mengikuti perilaku kebiasaan yang menyimpang dalam lingkungan dan masyarakat mereka.

2)      Siapa saja yang tunduk/taat dan berbuat mengikuti kebiasaan yang bertentangan dengan hukum Allah SWT juga dapat disebut sebagai penyembah hawa nafsu. Karena jelas, kita tidak diperbolehkan secara syariy  untuk mencintai siapapun jua di atas cinta kasih kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal sedemikian ditegaskan pula oleh Allah SWT dalam surat al-Taubah ayat 24 :
         قُلْ إِنْ كَانَ ءَابَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ 
فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ [6]
Juga dalam surat al-Baqarah : 165

         وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ [7]
3)      Berhala hawa nafsu merupakan pokok berhala yang menyesatkan. Pengaruhnya sedemikian kuat dan merajalela. Hawa nafsu mematikan kemampuan dan potensi manusia untuk membedakan antara al-Haqq dan al-Bathil. Bahkan manusia bertabiat sebagai hewan karena terjajah oleh hawa nafsu tersebut. Dalam pemenuhan cinta terhadap hawa nafsunya, manusia seringkali lupa akan akibat dan malapetaka yang ditimbulkannya, lupa akan akibat-akibat buruknya. Manusia berbuat semaunya, mengabaikan tatanan etis dan moral. Inilah yang kemudian melahirkan kekacauan, kerusakan dan kerugian kepada dirinya sendiri, masyarakat dan negaranya.[8]

Dalam berinteraksi dengan hawa nafsu, yang seringkali menjadi abstrak di hadapan kita sehingga kita kehilangan stamina untuk menatanya, KH Ahmad Dahlan secara tegas mengidentifikasikannya sebagai  “musyrik” !. Sebagian di antara kita mungkin akan berkomentar, “ekstrem” (?).

Perlu dicatat, umat Islam, pada umumnya, sangat familiar dengan dua jenis syirik; akbar dan ashghar. Mereka, atau juga kita, kurang akrab dengan jenis syirik yang satu ini; al-syirk al-khafiyy. Syirik jenis terakhir ini lebih dominan pada aspek niat dan orientasi yang terselubung. Oleh karena itu disebut sebagai “al-khafiyy” (yang tersembunyi). Rasulullah SAW mengilustrasikannya sebagai orang yang “salah niat”.[9] Dalam Ilustrasi lain dinyatakan sebagai sesuatu yang lebih samar dari langkah seekorsemut hitam, di atas batu karang  hitam yang bisu.[10] Motivasi beramal yang “hanya” berorientasi dunia samata juga dikecam oleh Rasulullah SAW dalam sabda berikut ini:

تعس عبد الدينار وعبد الدرهم وعبد الخميصة إن أعطي رضي وإن لم يعط سخط
“Celakalah penghamba dinar. Celakalah penghamba dirham. Celakalah penghamba khamishah jika ia diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.”(HR Bukhari).

Khamishah adalah pakaian yang terbuat dari wool atau sutera dengan sulaman atau garis-garis yang menarik dan amat indah. Pesan moral dalam hadis di atas ialah teguran keras terhadap orang-orang yang sangat ambisius dengan kekayaan duniawi, sehingga ia terbelenggu dan menjadi penghamba harta benda. Mereka, tegas Nabi SAW, adalah berhak untuk celaka dan sengsara. Bandingkan dengan kisah tiga orang yang diadili oleh Allah SWT; seorang qari’/intelek, seorang yang mati syahid dan seorang dermawan. Ketiganya bangga dengan prestasi hidupnya masing-masing. Tapi pada akhirnya, final kehidupan mereka mengenaskan : dicampakkan ke neraka!(HR Muslim).[11]  Naudzubillah.

Penafsiran KH Ahmad Dahlan tersebut menarik untuk disandingkan dengan penafsiran Sayyid Qutb rahimahullah. Gaya redaksional yang sangat pada ayat tersebut, menurutnya, menggambarkan satu ilustrasi yang aneh bagi jiwa manusia ketika jiwa itu meninggalkan asal yang pasti, untuk kemudian mengikuti hawa nafsu yang berubah-ubah. Hal itu terjadi ketika ia menyembah hawa nafsunya, tunduk kepadanya, dan menjadikannya sebagai sumber pola pandang, hukum, perasaan dan gerakannya. Juga menjadikannya sebagai tuhan yang yang memiliki otoritas, yang menguasai dirinya, lalu menerima segala isyarat yang diberikannya lalu ia taat, tuntuk dan menerimanya begitu saja. Oleh karena itulah kemudian, gaya bahasa Al-Qur’an mengingkarinya dengan nada penuh keheranan, “Maka, pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya...”

“Pernahkah kamu melihatnya?”, gugah Sayyid Qutb rahimahullah. “Ia adalah sosok yang aneh yang pantas dianggap aneh!. Dan ia berhak disesatkan oleh Allah SWT, dan tak memberikannya rahmat berupa petunjuk. Tak ada tempat yang tersisa bagi petunjuk dalam hatinya, ketika ia mempertuhankan hawa nafsunya yang sakit!”.
وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَة فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ [12]
Orang yang mempertuhankan hawa nafsunya, dalam pandangan Sayyid Qutb rahimahullah, pantas untuk disesatkan. Sesuai dengan Ilmu Allah yang Maha Benar. Ia tidak dihalangi untuk memperturutkan segala kehendak hawa nafsunya, lalu ia dibiarkan dalam kebutaannya. Tersumbatlah segala potensi jasadiah dan ruhiyahnya untuk menangkap cahaya petunjuk Ilahi. Demikian pula potensi intelektual yang melekat pada dirinya menjadi tumpul tak bermakna oleh karena ketaatan, ketundukan dan penyerahan totalitas dirinya kepada hawa nafsu tersebut.[13]

Ilustrasi lebih unik tentang orang yang mempertuhankan hawa nafsunya dapat dilihat pada kisah Balam Ibnu Baura sebagaimana diterangkan oleh Imam Ibnu Katsir dala Tafsir al-Quranil Adzhim. Balam adalah seorang sahabat dan kolega dekat Nabi Musa ‘alaihissalam, yang dianugerahi oleh Allah SWT pemahaman ayat-ayatNya yang luar biasa. Ia memiliki integritas moral dan intelektual yang sedemikian tinggi di tengah masyarakat Nabi Musa saat itu. Ia sangat dihormati dan disegani. Oleh sebab itu pula kemudian Nabi Musa alaihissalam memberikan kepercayaan kepadanya untuk menyampaikan dakwah kepada Penguasa Madyan.

Penguasa Madyan sangat paham akan kapasitas dan integritas yang disandang oleh Balam Ibnu Baura. Tapi juga ia sangat mengetahui bahwa Balam bukanlah tergolong orang kaya. Dari sisi materi ia memiliki keterbatasan yang sangat nyata. Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh penguasa Madyan untuk memperdayakannya. Ia dipersilahkan untuk tinggal di istana dengan berbagai fasilitas hidup, yang barangkali, belum ia rasakan sebelumnya. Apa yang terjadi? Hari demi hari, ia terlelap dengan kemegahan dan keindahan hidup di tengah-tengah penggede istana. Ia lupa menyampaikan dakwah yang telah diamanahkan oleh Nabi Musa alaihissalam. Ekstremnya, ia pada akhirnya keluar dari ajaran Nabi Musa alaihissalam, dan kemudian bergabung dengan penguasa Madyan untuk melawan dan memusuhi Nabi Musa ‘alaihissalm. Hal inilah yang meletarbelakangi [sabab nuzul] ayat ke 175-176 dari surat al-Araf[14]. Ilustrasi unik, digambarkan sebagai seekor anjing yang selalu menjulurkan lidahnya.Naudzubillah. Lalu, Di mana posisi kita, dahulu, sekarang dan di masa yang akan datang ?





[1] Selengkapnya ayat tersebut berbunyi :
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
[“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”]
[2] Abdullah Ibn Abdul Muhsin Al-Turki (Isyraf), Al-Tafsir Al-Muyassar (Madinah Munaawarah : Mujamma Al-Malik Fahd Lithibaati Al-Mushhaf Al-Syarif, 1419), Cet. 1, hal. 501
[3] Al-Maktabah Al-Syamilah
[4] Ibid.
[5] “Jika sesorang mengawali hidupnya di pagi hari maka berkumpullah tiga perkara; hawa nafsu, amal dan ilmunya. Jika amalnya mengikuti hawa nafsu maka itulah hari amat buruk baginya. Adapun jika amal mengikuti ilmunya, maka itulah hari yang sangat baik dan menguntungkannya.”
[6] Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.
[7] Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
[8]  KRH Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan : … hal. 45-47
[9] سنن ابن ماجه    [ جزء 2 -  صفحة 1406
4204 - حدثنا عبد الله بن سعيد حدثنا أبو خالد الأحمر عن كثير بن زيدس عن ربيح ابن عبد الرحمن بن أبي سعيد الخدري عن أبيه عن أبي سعيد قال خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم ونحن نتذكر المسيح الدجال . فقال: ( ألا أخبركم بما هو أخوف عليكم عندي من المسيح الدجال ؟ ) قال قلن بلى . فقال ( الشرك الخفي أن يقوم الرجل يصلي فيزين صلاته لما يرى من نظر رجل ). في الزوائد إسناده حسن . وكثير بن زيد وربيح بن عبد الرحمن مختلف فيهما . قال الشيخ الألباني : حسن
[10] مسند أحمد بن حنبل    [ جزء 4 -  صفحة 403 ] 
19622 - حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عبد الله بن نمير ثنا عبد الملك يعنى بن أبي سليمان العزرمي عن أبي علي رجل من بنى كاهل قال خطبنا أبو موسى الأشعري فقال : يا أيها الناس اتقوا هذا الشرك فإنه أخفى من دبيب النمل فقام إليه عبد الله بن حزن وقيس بن المضارب فقالا والله لتخرجن مما قلت أو لنأتين عمر مأذون لنا أو غير مأذون قال بل أخرج مما قلت خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم فقال أيها الناس اتقوا هذا الشرك فإنه أخفى من دبيب النمل فقال له من شاء الله ان يقول وكيف نتقيه وهو أخفى من دبيب النمل يا رسول الله قال قولوا اللهم انا نعوذ بك من أن نشرك بك شيئا نعلمه ونستغفرك لما لا نعلم (تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده ضعيف لجهالة أبي علي الكاهلي).
صحيح الترغيب والترهيب للألباني   [ جزء 1 -  صفحة 9 ]  36 - ( حسن لغيره ) :عن أبي علي رجل من بني كاهل قال :خطبنا أبو موسى الأشعري فقال :يا أيها الناس اتقوا هذا الشرك فإنه أخفى من دبيب النمل فقام إليه عبد الله بن حزن وقيس بن المضارب فقال : والله لتخرجن مما قلت أو لنأتين عمر مأذونا لنا أو غير مأذون فقال : بل أخرج مما قلت خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم فقال :يا أيها الناس اتقوا هذا الشرك فإنه أخفى من دبيب النمل فقال له من شاء الله أن يقول وكيف نتقيه وهو أخفى من دبيب النمل يا رسول الله قال قولوا اللهم إنا نعوذ بك من أن نشرك بك شيئا نعلمه ونستغفرك لما لا نعلمه رواه أحمد والطبراني ورواته إلى أبي علي محتج بهم في الصحيح وأبو علي وثقه ابن حبان ولم أر أحدا جرحه. (المكتبة الشاملة)
[11] إن أول الناس يقضى يوم القيامة عليه رجل استشهد فأتى به فعرفه نعمه فعرفها قال فما عملت فيها ؟ قال قاتلت فيك حتى استشهدت قال كذبت ولكنك قاتلت لأن يقال جريء فقد قيل ثم أمر به فسحب على وجهه حتى ألقي في النار ورجل تعلم العلم وعلمه وقرأ القرآن فأتي به فعرفه نعمه فعرفها قال فما عملت فيها ؟ قال تعلمت العلم وعلمته وقرأت فيك القرآن قال كذبت ولكنك تعلمت العلم ليقال عالم وقرأت القرآن ليقال هو قارئ فقد قيل ثم أمر به فسحب على وجهه حتى ألقي في النار ورجل وسع الله عليه وأعطاه من أصناف المال كله فأتى به فعرفه نعمه فعرفها قال فما عملت فيها ؟ قال ما تركت من سبيل تحب أن ينفق فيها إلا أنفقت فيها لك قال كذبت ولكنك فعلت ليقال هو جواد فقد قيل ثم أمر به فسحب على وجهه ثم ألقي في النار
[12] “...Dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
[13] Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Di Bawah Naungan Al-Qur’ani, Terj. As’ad Yasin dkk. (Jakarta : Gema Insani Press, 1425 H), Cet. Pertama, hal. 141-142
[14] وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي ءَاتَيْنَاهُ ءَايَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ. وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
    Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | admin | Mas Template
Copyright © 2011. Panti-Asuhan-Muhammadiyah-Madiun - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by admin wabsite PA Ponpes Muhammadiyah Madiun