Ibn Miskawaih |
Ibn
Miskawaih dilahirkan di Ray (Teheran Iran, sekarang). Para penulis
sejarah berselisih pendapat tentang tanggal kelahirannya. Namun pendapat yang lebih kuat mengatakan
Miskawaih lahir pada tahun 330 H/942 M, dan meninggal dunia pada tanggal 9
Shafar 421H/16 Pebruari 1030 M.
Sebagaimana
para peminat ketenaran dan kehidupan yang layak, Miskawaih hijrah ke Baghdad,
yang kemudian membawanya mengabdi kepada al-Mahalbi al-Hasan bin Muhammad
al-Azdi seoarang menteri pada Mu’izz al-Dawlah bin Buwaih tahun 348 H. sebagai
sekretaris pribadinya. Sepeninggal menteri al-Mahallabi, Miskawaih kembali ke
Ray yang kemudian mengabdi pada menteri Ibn al-’Amid sebagai kepala
perpustakaan sekaligus sekretaris pribadinya, dan terus berlangsung sampai sang
menteri wafat tahun 360 H.
Namun, petaka menghampirinya
sepeninggal sang menteri Ibn al-’Amid. Putranya yang juga seorang mentri
bernama Abu al-Fath ’Ali ibn Muhammad
ibn al-’Amid memenjarakannya tahun 366 H., sampai keberuntungan membawanya
bertemu dengan menteri ’Adlud al-Dawlah ibn Buwaih, yang menjadikannya kepala
perpustakaan dan sekaligus sekretaris pribadinya. Kariernya terus menanjak dari
satu menteri ke menteri lain, dan kepada beberapa pangeran serta keluarga raja
di lingkungan pemerintahan Bani Buwaih, sampai meninggal dunia tahun 421 H. di
Asfahan.
Ibn Miskawaih belajar sejarah,
terutama Tarikh al-Thabari kepada Abu Bakar Ahmad ibn Kamil al-Qadli
(350 H./960), dan memperdalam filsafat pada Ibn al-Khammar, seorang tokoh
kenamaan yang dianggap cukup menguasai karya-karya Aristotle. Ilmu-ilmu kimia
Miskawaih dapatkan dari gurunya seorang ahli di bidang kimia Abu al-Thayyib
al-Razi.
Ibn Miskawaih selama lebih
dari tujuh tahun sebagai seorang pustakawan, yakni di saat mengabdi pada Abu
al-Fadl ibn al-’Amid dan putranya Abu al-fath, untuk selanjutnya sebelum
memfokuskan diri pada kerja-kerja intelektualnya, Miskawaih berkiprah dalam
kabinet Ahmad ibn Buwaih (amir al-umara`: kepala pangeran) sebagai
bendaharawan.
Dalam bidang ilmu pengetahuan,
Ibn Miskawaih adalah sosok yang aktif. Tulisan-tulisannya dan
informasi-informasi tentang dirinya dalam berbagai referensi menjadi saksi
tentang keluasan ilmu pengetahuannya dan kebesaan kultur di masanya. Namun
karakter utama (meanstreem) keilmuannya adalah dalam bidang sejarah dan
etika. Pada bidang sejarah, lahir sebuah karya penting Tajarib al-Umam wa
Ta’aqub al-Himam, sebuah karya sejarah universal. Dan dalam bidang etika,
karya yang paling monumental adalah Tahdzib al-Akhlaq wa Tathhir al-A’raq.
Selain dua bidang tersebut,
Ibn Miskawaih memiliki belbagai perhatian. Pada waktu-waktu tertentu dia
berkesempatan mempelajari kimia pada seorang arif dan ahli di bidangnya
al-Qifthi, serta dalam bidang kedokteran Miskawaih berguru kepada seorang pakar
biografi para dokter Ibn Abi ’Ushaybi’ah (w. 668 H/1270 M.).
Puncak kemegahan pemerintahan
bani buwaih adalah pada masa ’Adlud al-Dawlah yang berkuasa tahun 367-372 H.
Dialah penguasa Islam yang mula-mula menggunakan gelar Syahinsyah (maha raja),
adalah gelar yang digunakan raja-raja Persia kuno. Kecuali prestasinya di
bidang politik, perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan dan kesusasteraan amat
besar. Pada masa inilah Ibn Miskawaih memperoleh kepercayaan untuk menjadi
bendaharawan ’Alud al-Dawlah, dan pada masa inilah Miskawaih terkenal sebagai seorang filsuf, tabib, ilmuan, dan sastrawan.
Tetapi, keberhasilan Bani
Buwaih dalam bilang politik dan kemajuan ilmu pengetahuan di masa itu tidak
dibarengi dengan ketinggian akhlak, bahkan terjadi kemerosotan akhlak secara
umum, baik di kalangan elite, maupun rakyat awam kebanyakan. Adalah hal yang
menyebabkan Miskawaih memusatkan perhatiannya pada etika Islam, yang membawanya
dijuluki sebagai bapak etika Islam sekaligus guru ketiga (al-mu’allim al-tsalits).
Adapun karya-karya Ibn
Miskawaih yang lain, diantaranya: al-Fawz al-’Akbar; al-Fawz al-Ashghar (tentang
metafisika: ketuhanan, jiwa, dan kenabian); Tartib al-Sa’adah (tentang
etika dan politik); Kitab Adab al-’Arab wa al-’Ajam (tentang etika); al-Hikmah
al-Khalidah (tentang etika praksis) Maqalat fi al-Nafs wa al-’Aql
(tentang jiwa dan akal); Risalah fi al-’Adalah (tentang keadilan); al-Mustawfi
(tentang sastra); al-Jami’; al-Asyribah; al-Adwiyah (tentang
kedokteran), dll.
Daftar Pustaka
Abdullah, Amin. 1966. Studi Agama: Normatifitas dan Historisitas.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
-------. 1995. Falsafah Kalam di Era Posmodernisme. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Al-‘Alawi, Faris Ahmad. 1998. “Nazhariyyat al-Hikmat al-Khalidah fi
Falsafat Miskawaih” dalam Al-Ma’rifah. Jurnal Kebudayaan, edisi 406,
Juli. Damaskus: Kementerian Kebudayaan Republik Arab Syria.
De Boer, T.J. tt. Tarikh al-Falsafah fi al-Islam. terjemah Muhd. Abd
al-Hadi Abu Ridah. Kairo: Maktabah al-Nahdlah al-Mishriyyah.
Basyir, Ahmad Azhar. M.A., K.H. 1994. Refleksi atas Persoalan
Keislaman: Seputar Filsafat, Hukum, Politik dan Ekonomi. Bandung: Mizan.
-------. 1983. Miskawaih: Riwayat Hudup dan Pemikiran Filsafatnya, (Yogyakarta:
Nur Cahaya.
Ibn Miskawaih. 1988. Tahdhib Al-Akhlak. terjemahan Helmi Hidayat. Bandung: Mizan.
Tim Penulis. 1993. Encyclopedia
of Islam. (New Edition), vol. VII. Leiden: E.J. Brill.
Tim Penyusun. 1997. Ensiklopedi Islam. Jakarta: P.T. Ichtiar Baru
Van Hoeve.
‘Izzat, ‘Abd al-‘Aziz. 1946. Miskawaih: Falsafatuhu al-Akhlaqiyyah wa
Mashadiruha. Kairo: Mathba’ah Mushtafa Babi al-Halabi wa Awladuhu.
Musa, Muhammad Yusuf. 1963. Falsafah al-Akhlaq fi al-Islam wa Shlilatuha
bi al-Falsafah al-Ighriqiyyah. Kairo:
Muassasat al-Khanji.
Nasr, Sayyed Hossein (ed.).
1966. History of Islamic Philosophy. New York: Routledge.
Rajab, Manshur ’Ali. 1961. Taammulat
fi Falsafat al-Akhlaq. Kairo: Maktabat al-Anglo al-Mishriyyah.
Sharif, M.M. (ed.). 1963. A History of Muslim Philosophy.
Otto: Harrasowitz.
Posting Komentar