ALAMAT : KANTOR PUSAT & ASRAMA PUTRI 1 JL. MERBABU NO 26 KODE POS 63121 TLP. 0351-453920, ASRAMA PUTRI 2 JL. JOIRANAN NO 25, ASRAMA PUTRA JL. TRENGULI NO 18B, rintisan mbs hamka jl poncowati demangan kota madiun
Home » » MUSIM HUJAN YANG DINANTI BANYAK ORANG

MUSIM HUJAN YANG DINANTI BANYAK ORANG

Written By pa-ponpes-muhammadiyah-madiun on Oktober 25, 2012 | 20.58


HUJAN


ilustrasi hujan deras
            Bagi Kang Karmin, hujan merupakan karunia Tuhan yang tidak terhingga. Dalam doanya ia selalu berharap musim hujan akan lebih panjang dari kemarau. Wajarlah kalau Kang Karmin menginginkan begitu, sebab ia hanyalah petani tadah hujan. Sawahnya hanya sepetak di lereng gunung, di areal hutan jati milik Perhutani yang telah gundul. Pantasnya mungkin bukan sawah tapi tegalan. Ketika turun lapangan, kami mendapati hampir semua warga desanya mengatakan bahwa problem utama saat kemarau adalah air. Membuat sumur terlalu mahal bagi mereka karena kedalamannya bisa puluhan meter. Itupun belum tentu sumber airnya besar. Mengandalkan kali yang melintasi desa mereka juga tidak bisa, sebab semuanya pada kering. "Satu-satunya yang bisa diharapkan ya hujan mas" kata Kang Karmin saat itu.

            Sekaranglah musim yang dinantikan oleh Kang Karmin dan para tetangganya. Dalam hatinya terbetik kesempatan di mana ia bisa menanami tegalnya dan memberi minum sapi-sapi piarannya dengan leluasa. Tetapi bapak tiga anak ini mungkin tidak pernah menyangka kalau hujan yang turun saat ini demikian padat dan disertai angin kencang. 

            Menurut ramalan cuaca, itu adalah siklus dua lima tahunan, akibat dari badai yang terjadi di Australia. Kang Karmin lagi-lagi juga tidak bisa bercocok tanam. Rembesan air dari atas gunung demikian deras tidak bisa dibendung, karena hutan pelindung yang berfungsi sebagai penyerap air tidak ada lagi. Yang terjadi adalah banjir bandang disertai tanah longsor. Kang karmin dan para tetangganya sekarang sibuk menyelamatkan keluarga, mengungsi ke tempat yang lebih aman. Ia hanya menunggu bencana ini kan cepat berlalu. "Kalau alam sudah bicara, apalah kuasa kita?" katanya setengah putus asa. 

            Terkadang ia ingin menghujat nasib. Mengapa ia yang telah miskin kok justru harus menanggung bencana begini? Tetapi ia teringat Kyai Shobirin di musholla pernah mengajarinya tentang prasangka baik pada Tuhan.

            "Min" kata pak Kyai, "hidup ini akan berjalan seperti apa yang kita gambarkan dalam pikirkan kita"
            "Nyuwun sewu, Kyai. Apa maksudnya?" sela Kang Karmin
            "Kalo hidup ini kita bayangkan enak, maka insyaallah apa yang kita alami akan enak".
            "Pangapunten, Kyai. Saya belum mengerti".

            "Begini, Min" jelas pak Kyai, "hidup ini kan ada yang mengatur yaitu Gusti Allah. Dan Dia mengatur hidup ini seperti yang dipikirkan oleh hamba-Nya. Kalau si hamba berpikiran positif terhadap Tuhan dan hidup ini, ya.. insyaallah hidupnya akan berjalan positif, begitu juga sebaliknya.."

             "Jadi… kalau kita berpikiran Gusti Allah itu baik, maka kesengsaraan yang kita alami itu akan terasakan sebagai wujud kebaikan-Nya, begitu Kyai?"

            "Minimal, rasa sakit akibat kesengsaraan tadi tidak menjadikan kita putus asa"
            "Sekarang saya paham, Kyai" kepala Kang Karmin sambil mantuk-mantuk

            "Hidup ini tergantung bagaimana kita menyikapinya, Min" lanjut Kyai desa ini, "dan sikap itu terbentuk dari kualitas cara pandang kita terhadap Tuhan: positifkah atau negatif. Dan begitulah jadinya… karena Tuhan sendiri pernah bicara: Aku seperti apa yang disangkakan hamba-Ku kepada-Ku…"

            Tiba-tiba Kang Karmin tersadarkan dari lamunannya oleh suara gaduh dua anaknya yang berebut sebungkus nasi hingga tumpah berceceran. Bu Karmin memarahi keduanya sambil mengingatkan pentingnya sebungkus nasi di pengungsian. Kang Karmin bangkit dari duduk karena tertarik pada photo di koran pembungkus nasi. Dipungut dan dengan kemampuan yang terbatas ia membacanya. Dari situ tahulah dia bahwa kejadian yang dialami sekarang ini juga menimpa penduduk yang lain, di desa yang lain, di daerah yang lain, di belahan Indonesia yang lain. Semuanya tersapu banjir bandang atau tertimbun tanah longsor. 

            Tragisnya, ternyata peristiwa seperti ini sudah menjadi rutinitas tahunan. Langganan di musim hujan. Dan semuanya tidak bisa (atau pantasnya: tidak mau) berbuat apa-apa. Pemerintah sibuk sendiri dengan kekuasaan dan birokrasinya yang mbulet, hingga tidak sempat (menyempatkan diri) untuk merencanakan penanggulangan banjir sebelum musim hujan tiba. Mereka cenderung menyalahkan terjadinya deforestasi (penggundulan hutan) tanpa pernah berhasil menangkap pelakunya, apalagi melakukan reboisasi. Wakil rakyat sibuk sendiri dengan kepentingan politik-ekonominya, hingga tidak lagi sensitif dengan kesejahteraan dan keselamatan pemilihnya. Tokoh dan gerakan keagamaan hanya mampu menunjukkan agama sebagai jalan kesabaran yang pasif tanpa pernah menjadikannya sebagai sumber aksi kongkret pemberdayaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana langganan ini. Semuanya mandul. Karena ternyata dalam rutinitas musim hujan ini semuanya telah terbenam dalam fatalisme yang diciptakannya sendiri.   

            Kang Karmin jadinya merasa bersalah telah mengharap hujan turun lebih lama. "Kalaulah tahu begini banyak orang sengsara, saya mungkin tidak akan begitu getol meminta hujan!" katanya lugu. Tetapi, pantaskah Kang Karmin merasa bersalah? Tentu ia tidak pantas merasa begitu karena ia bukanlah termasuk orang yang menggunduli hutan di desanya, walaupun polisi hutan sering menuduh warga desa sebagai pelakunya. Begitulah kearifan orang desa yang teramat jauh untuk dimiliki oleh kita yang telah berkubang dalam materialisme dan hedonisme. Dalam kesengsaraannya, Kang Karmin masih mampu menunjukkan empatinya pada orang lain.[]         
                      
              
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | admin | Mas Template
Copyright © 2011. Panti-Asuhan-Muhammadiyah-Madiun - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by admin wabsite PA Ponpes Muhammadiyah Madiun