Prof Din PP Muhammadiyah saat memberikan tausiyah |
"Agama ialah apa yang disyariatkan Allah dalam
perantaraan nabi-nabiNya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta
petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akherat.
Salah satu aspek yang sangat penting bagi Muballigh Muhammadiyah dalam mempersiapkan materi
dakwah dan tablighnya adalah bagaimana mengambil sumber-sumber dan rujukan
materi dakwahnya. Ketidak siapan seorang Mubaligh akan materi dakwahnya akan
berakibat fatal, bisa jadi materi dakwahnya menjadi tidak berbobot, atau bahkan
kehabisan bahan ditengah dakwah dan tabligh.
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, yang berintikan kepada
al-ruju’ ila al-Quran wa al-Sunnah dan membersihkan diri dari praktek taqlid,
takhayul, bid’ah dan khurafat, dan daki-daki penyimpangan pemahaman Islam,
seperti sekularisasi, liberalisasi, dan paham pluralisme agama, menuntut para
muballigh dan dainya untuk serius dalam mempersiapkan materi dakwah dan
tabligh, yang sesuai dengan prinsip-prinsip pemahaman keagamaan dalam
Muhammadiyah.
Oleh karena itu dalam tulisan ini, akan dipaparkan hal-hal
berikut: (1) dasar-dasar metodologis “paham agama” dalam Muhammadiyah, (2)
langkah pengambilan rujukan dakwah, (3) beberapa piranti pembantu dalam
menggali rujukan dakwah.
A. Dasar-dasar
Metodologis Paham Agama dalam Muhammadiyah
Sebagai Jam’iyah Diniyah, Muhammadiyah menempat-kan agama
Islam dalam posisi dan fungsi sentral bagi lahir dan perkembangannya dalam
hidup perjuangannya.
Adanya Muhammadiyah yang kemudian menjadi per-syarikatan
yang beridentitas sebagai gerakan Islam, gerakan Dakwah Islam, dan amar makruf
nahi munkar, dan gerakan tajdid adalah merupakan hasil pemikiran KH. Ahmad
Dahlan dalam memahami agama Islam dan kemudian menghayati dan mengamalkannya.
Oleh karena itu, Islam bagi Muhammadiyah merupakan “sumber”
inspirasi dan aspirasi, pusat orientasi, motivator, pengarah dan pedoman bagi
hidup, kehidupan dan perjuangannya.
Dasar-dasar metodologi dan pemikiran keagamaan dalam
Muhammadiyah, dapat dilihat pada rumusan-rumusan putusan persyarikatan,
seperti: Kitab Masalah Lima (al-masail al-khams), Matan Keyakinan dan Cita-cita
Hidup Muhammadiyah, Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, yang semuanya itu
merupakan pokok-pokok pemikiran ideologis gerakan Muhammadiyah.
1. Pengertian Agama
Prinsip pertama dalam mengenali paham agama dalam
Muhammadiyah, mengenal rumusan Muhammadiyah tentang pengertiah agama, yakni
agama Islam. Adapun pengertian agama Islam dalam Muhammadiyah, sebagaimana
tertuang dalam kitab Al-Masail al-Khams (Masalah Lima), dibagi menjadi dua:
pengertian agama Islam secara luas dan pengertian secara sempit (khusus).
Pengertian agama Islam dalam arti luas, ialah :
"Agama ialah apa yang disyariatkan Allah dalam
perantaraan nabi-nabiNya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta
petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akherat."
Sedangkan pengertian agama Islam dalam arti sempit (khusus)
ialah :
Agama, yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
ialah apa-apa yang diturunkan Allah di dalam Al-Qur-an dan yang tersebut dalam
sunnah ÎaÍiÍah, berupa perintah-perintah, larangan-larangan dan
pe-tunjuk-petunjuk bagi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akherat.
Dengan pengertian seperti ini, Muhammadiyah telah mengadakah
koreksi terhadap pengertian agama Islam yang dipahami umum, agama Islam ialah
agama yang dibawa oleh Muhammad Saw. sedangkan agama yang dibawa oleh nabi-nabi
Allah yang lain dianggap bukan Islam, sehingga menamakan masa sebelum Muhammad
sebagai “masa pra Islam”.
Agama Islam menurut pendirian Muhammadiyah adalah agama
Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya sejak Adam A.s. hingga Muhammad Saw.
Sedangkan Al Islam yang harus dipegangi sebagai aqidah dan syariah amaliyah
oleh umat Islam pasca Muhammad ialah Islam yang telah disempurnakan oleh
risalah Muhammad sebagai penutup para nabi dengan dua pedoman pokok, yaitu Al
Qur-an dan Sunnah shahihah.
2. Prinsip-prinsip Pemahaman Agama
a. Dasar Agama Islam: Hubungan Akal dan Wahyu
Dalam naskah (matan) Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah, ditegaskan bahwa dasar agama Islam ialah Al Quran, yakni kitab
Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw., dan As Sunnah, yakni
penjelasan dan pelaksanaan ajaran Al Quran yang diberikan oleh Nabi Muhammad
Saw. dengan menggunakan akal pikiran sesu-ai dengan jiwa ajaran Islam. Al Qur-an dan As Sunnah — sebagai
penjela-sannya, adalah pokok dasar ajaran Islam yang me-ngandung ajaran yang
benar dengan kebenaran yang mutlak dan universal. Tidak akan berubah-ubah
sepanjang masa. Sedangkan ajaran Islam yang di rumuskan oleh manusia (ulama)
sebagai hasil pemi-kirannya dalam memahami Al Qur-an dan Sunnah bukanlah ajaran
Islam yang sebenarnya secara ha-kiki, sehingga tidak memiliki kebenaran yang
mutlak dan universal, melainkan nisbi.
Sementara itu, akal pikiran/ra’yu adalah alat untuk :
1). Mengungkapkan dan mengetahui kebenaran yang terkandung
dalam Al Qur-an dan Sunnah Rasul.
2). Mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian
Al Qur-an dan Sunnah Rasul.
Sedangkan untuk mencari cara dan jalan melaksanakan ajaran
Al Qur-an dan Sunnah Rasul dalam mengatur dunia dan memakmurkannya akal pikiran
yang dinamis -progressif, murni dan jernih, mempunyai peranan penting dan
lapangan yang luas. Akal pikiran dapat melihat raang dan waktu bagi penerapan
ketentuan ajaran Islam dalam batas maksud-maksud pokok ajaran agama.
Dengan demikian, Muhammadiyah berpendirian bahwa pintu
ijtihad senantiasa terbuka. Bahkan beragama Islam, menurut pendirian
Muhammadiyah, harus berdasarkan pengertian yang benar, dengan menggunakan
ijtihad atau setidak-tidaknya it-tiba.
Dalam menetapkan ketentuan yang berkenaan de-ngan agama
sebagai tuntunan, baik bagi perorangan maupun kehidupan persyarikatan,
dilakukan dengan ijtihad jama’iy, bukan
ijtihad fardy, yaitu musyawarah
yang dilakukan oleh ahlinya (ulama) dengan menggunakan metode “tarjih”, yaitu
membandingkan pendapat-pendapat dari hasil ijtihad yang berbeda-beda dilihat
dari dalil dan alasannya yang dinilai paling rajih (kuat).
b. Aspek-aspek Ajaran
Islam
Dengan dasar dan cara memahami agama seperti di atas,
Muhammadiyah berpendirian bahwa ajaran Islam merupakan “kesatuan ajaran” yang
utuh tidak dapat dipisah-pisahkan, dan meliputi :
1). Aqidah : ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan. Di
bidang ini, Muhammadiyah berupaya untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih
dari gejala-gejala kemusryikan, bid’ah dan khurafat tanpa mengabaikan
prinsip-prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
2). Akhlak : ajaran yang berhubungan pembentukan sikap
mental. Di bidang ini, Muhammadiyah bekerja untuk te-gaknya nilai-nilai akhlak
mulia dengan berpe-doman kepada Al Qur-an dan Sunnah Rasul, bukan bersendikan
kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
3). Ibadah (Mahdhah): ajaran yang berhubungan de-ngan
peraturan dan tata cara hubungan manusia dengan Tuhan. Dibidang ini,
Muhammadiyah berusaha untuk tegaknya ibadah sesuai yang dituntunkan oleh
Rasulullah tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
4). Mu’amalah Dunyawiyah (Ibadah am): ajaran yang
berhubungan dengan pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat. Muhammadiyah
berupaya untuk terlaksananya muamalah duniawiyah dengan berdasrkan ajaran agama
Islam serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada
Allah Swt. dan ihsan kepada sesama.
c. Fungsi Ulama dalam Pemikiran Muhammadiyah
Untuk memberikan tuntunan dalam bidang agama, Muhammadiyah
menugaskan kepada Majelis Tarjih (yang kini bernama Majelis Tarjih dan Tajdid),
yaitu sebuah lembaga yang terkumpul di dalamnya para ulama Muhammadiyah, untuk
selalu memperdalam penyelidikan ilmu agama Islam untuk mendapatkan kemurnian
dan kebenarannya.
Di lingkungan Muhammadiyah, ulama memperoleh tempat yang
terhormat sebagai tempat kembalinya umat untuk memperoleh bimbingan hidup
beragama. Namun demikian, ulama tidak merupakan kelompok elite dan otoriter.
Ulama adalah bagian dari dan menjadi satu dengan umat. Ulama tidak hanya
menanti kedatangan umat, tetapi juga mendatangi umat
Keberadaan ulama yang terjun dan menyatu dengan umat, dalam
pandangan Muhammadiyah adalah memenuhi perintah al-Quran surat al-Taubah: 122:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya. (QS. Al-Taubah: 122)
Berdasarkan ayat di atas, KH. Ahmad Azhar Basyir
rahimahullah ta'ala rahmatan wasi'ah, menegaskan bahwa konsep ulama dalam
Muhammadiyah adalah orang yang ber-tafaqquh fi al-din, mampu menggali ajaran
Islam dari sumbernya Al-Quran dan Sunnah Rasul, mengamalkan ilmunya, sehingga
berkesanggupan untuk berperan sebagai pembimbing umat untuk menjalani kehidupan
sepanjang kemauan ajaran Islam.
Sejalan dengan pandangan KH. Ahmad Azhar Basyir di atas, KH.
Syahlan Rosyidi rahimahullah ta'ala, menyatakan bahwa konsep Ulama dalam
Muhammadiyah adalah sebagaimana penuturan KH. Ahmad Dahlan, "Dadiyo Kyai
sing Kemajuan", sehingga dapat dipahami bahwa Ulama dalam Muhammadiyah
adalah:
1). Tidak merupakan hirarki kasta robaniyah
2). Ulama tidak hanya berorientasi kepada fiqhiyah
semata-mata
3). Konsepsinya ialah ulama yang bersikap dinamis,
senantiasa mampu memanifestasikan risalah Islami pada zaman yang penuh
kemajuan.
Ringkasnya, ulama adalah merupakan "Rijaluddin",
yaitu bukan sekedar ulama yang menguasai kitab kuning saja, tetapi mampu
menggali dan menjabarkan "Risalah Islamiyah" dalam menghadapi dan
menjawab tantangan jaman.
Kedudukan ulama dalam Muhammadiyah, melalui Majelis Tarjih
dan Tajdid, adalah memiliki kedudukan yang penting sebagai pembimbing dan
pemersatu umat dalam memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam. Hal ini
disebabkan oleh kesadaran bahwa masalah khilafiyah (perbedaan pemahaman dan
pengamalan agama) telah menimbulkan perselisihan dan pertikaian yang
melelahkan.
Dalam Qaidah Tarjih Muhammadiyah, disebutkan bahwa lapangan
dan tugas Tarjih pada hakekatnya luas sekali, meliputi merumuskan tuntunan yang
diperlukan oleh keluarga Muhammadiyah, kegiatan riset terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang secara pesat, terutama yang
berkaitan dengan masalah-maslah keagamaan untuk mendapatkan jawaban yang tepat.
*Disarikan dari tulisan H. Syamsul Hidayat saat menjadi pemateri dalam pelatihan KM3 mahasiswa Muhammadiyah tingkat nasional di Yogyakarta
Posting Komentar