Diberdayakan oleh Blogger.
ASRAMA UPTODATE
21.23
Loker Guru IPA dan Matematika Maret 2016
Written By pa-ponpes-muhammadiyah-madiun on Maret 07, 2016 | 21.23
Muhammadiyah
Boarding School (MBS) Prof Hamka Kota Madiun, mengajak Anda yang memiliki jiwa
pejuang Islam untuk bergabung bersama kami menjadi tenaga pendidik.
Syarat & Ketentuan
-Usia
maximal 35 tahun
- Mampu
membaca Al-Qur’an dengan tartil
-Mampu
mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam setiap mapel yang diampu
-Memiliki
Ijazah minimal S-1 yang linier dengan mapel yang diampu (diutamakan yang --sudah
berpengalaman mengajar)
-Memiliki
jiwa pedidik dan mampu bekerja dalam team work
-Mampu
mengoperasikan program komputer minimal MS.Office dan internet
-Mampu
berbahasa Inggris Aktif (untuk TP.Ingg)
Jadikan
diri Anda sebagai bagian dari yang berusaha berjuang dalam Islam.
Di
sebelah kanan atas surat lamaran mohon diisi kode formasi yang diinginkan.
Keterangan
lebih lanjut :
Berkas
Lamaran legkap (surat lamaran, CV, Fc Ijazah terakhir, foto,sertifikat) dikirim
paling lambat tanggal 12 Maret 2016 ke :
Badan Pengelola Harian (BPH)
MBS Prof HAMKA Kota Madiun
Jl. Merbabu No. 26 Telp. 0351-453920
Kota Madiun/085755563295
21.19
Loker Guru Bahasa Indonesia Maret 2016
Muhammadiyah
Boarding School (MBS) Prof Hamka Kota Madiun, mengajak Anda yang memiliki jiwa
pejuang Islam untuk bergabung bersama kami menjadi tenaga pendidik.
Bhs. Indonesia (TP.Ind)
-syarat-
-Usia
maximal 35 tahun
- Mampu
membaca Al-Qur’an dengan tartil
- Mampu
mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam setiap mapel yang diampu
-Memiliki
Ijazah minimal S-1 yang linier dengan mapel yang diampu (diutamakan yang sudah
berpengalaman mengajar)
-Memiliki
jiwa pedidik dan mampu bekerja dalam team work
-Mampu
mengoperasikan program komputer minimal MS.Office dan internet
Jadikan
diri Anda sebagai bagian dari yang berusaha berjuang dalam Islam.
Di
sebelah kanan atas surat lamaran mohon diisi kode formasi yang diinginkan.
Keterangan
lebih lanjut :
Berkas
Lamaran legkap (surat lamaran, CV, Fc Ijazah terakhir, foto,sertifikat) dikirim
paling lambat tanggal 12 Maret 2016 ke :
Badan Pengelola Harian (BPH)
MBS Prof HAMKA Kota Madiun
Jl. Merbabu No. 26 Telp. 0351-453920
Kota Madiun/085755563295
21.16
lowongan Guru Bahasa Inggris Madiun Maret 2016
Muhammadiyah
Boarding School (MBS) Prof Hamka Kota Madiun, mengajak Anda yang memiliki jiwa
pejuang Islam untuk bergabung bersama kami menjadi tenaga pendidik.
Bhs.Inggris (TP.Ingg)
setingkat SLTP
syarat dan ketentuan
- Usia
maximal 35 tahun
-Mampu
membaca Al-Qur’an dengan tartil
-Mampu
mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam setiap mapel yang diampu
-Memiliki
Ijazah minimal S-1 yang linier dengan mapel yang diampu (diutamakan yang sudah
berpengalaman mengajar)
-Memiliki
jiwa pedidik dan mampu bekerja dalam team work
-Mampu
mengoperasikan program komputer minimal MS.Office dan internet
- Mampu
berbahasa Inggris Aktif (untuk TP.Ingg)
Jadikan
diri Anda sebagai bagian dari yang berusaha berjuang dalam Islam.
Di
sebelah kanan atas surat lamaran mohon diisi kode formasi yang diinginkan.
Keterangan
lebih lanjut :
Berkas
Lamaran legkap (surat lamaran, CV, Fc Ijazah terakhir, foto,sertifikat) dikirim
paling lambat tanggal 12 Maret 2016 ke :
Badan Pengelola Harian (BPH)
MBS Prof HAMKA Kota Madiun
Jl. Merbabu No. 26 Telp. 0351-453920
Kota Madiun/085755563295
21.11
lowongan Guru Agama Islam, Guru Bahasa Arab, Guru Tahfidzul Quran Kota Madiun Maret 2016
Muhammadiyah
Boarding School (MBS) Prof Hamka Kota Madiun, mengajak Anda yang memiliki jiwa
pejuang Islam untuk bergabung bersama kami menjadi tenaga pendidik.
1.
Tenaga
Pendidik Agama Islam (TP.AI), Bahasa Arab (TP.BA) dan Tahfidzul Qur’an (TP.TQ)
Kualifikasi :
a.
Usia
Maximal 35 tahun
b.
Mampu
membaca Al-Qur’an dengan tartil
c.
Memiliki
jiwa pedidik dan mampu bekerja dalam team work
d.
Diutamakan
dari Pondok Pesantren
e.
Memiliki
Ijazah mininal S-1 (untuk TPAI dan TP.BA)
f.
Mampu
mengoperasikan program komputer minimal Maktabah Syamilah dan internet (untuk
TPAI dan TP.BA)
g.
Memiliki
hafalan Qur’an minimal 1 juz (untuk TP.TQ)
Jadikan
diri Anda sebagai bagian dari yang berusaha berjuang dalam Islam.
Di
sebelah kanan atas surat lamaran mohon diisi kode formasi yang diinginkan.
Keterangan
lebih lanjut :
Berkas
Lamaran legkap (surat lamaran, CV, Fc Ijazah terakhir, foto,sertifikat) dikirim
paling lambat tanggal 12 Maret 2016 ke :
Badan Pengelola Harian (BPH)
MBS Prof HAMKA Kota Madiun
Jl. Merbabu No. 26 Telp. 0351-453920
Kota Madiun/ 085755563295
11.59
Kader IMM Sabet Juara Dalam The 5th ASEAN-Korea Frontier Forum
Written By pa-ponpes-muhammadiyah-madiun on Desember 04, 2014 | 11.59
Busan-Ela Nofitasari, Kepala Bidang Hubungan Luar
Negeri Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM),
menyabet Juara ke III dalam The 5th ASEAN-Korea Frontier Forumdi Busan, Korea Selatan 23 – 29 Nopember 2014. Ela Nofitasari sekaligus dinobatkan menjadi Duta Industri Pariwisata (Tourism Industry) Indonesia untuk ASEAN setelah mempresentasikan makalahnya dengan judul ASEAN as a Single tourism Destination.
Menurut Ela, acara yang dimotori oleh Asia exchange association republic of Korea Korea tersebut menjadi kebanggaan tersendiri bagi dirinya yang dapat berbagi ide dan gagasan bersama sebelas delegasi ASEAN yang hadir. “Kami banyak berbagi ide dan gagasan akan kemajuan perekonomian negara-negara di wilayah ASEAN, dan sisi lain juga sekaligus membahasisu-isu global dan regional,” jelasnya melalui sambungan telepon, Selasa (2/12). Dalam makalahnya Ela menjelaskan, potensi industri pariwisata yang dimiliki oleh indonesia begitu besar serta dapat dioptimalkan untuk kemajuan bangsa, berkaca dari situasi itu, kemurnian alam dan sektor wisata harus tetap dijaga. Maka dari itu, kegiatan eksplorasi kekayaan alam yang ada, jangan sampai mengakibatkan kerusakan lingkungan yang akan menggerus potensi wisata. Lebih lanjut menurut Ela, ada beberapa agenda yang membantu laju perkembangan industri pariwisata di ASEAN, diantaranya adalah faktor promosi di pasar global, penguatan kapasitas pelaku pariwisata, dan kebijakan yang pro terhadap pertumbuhan sektor wisata.
Agenda 5th ASEAN-Korea Frontier Forum iniadalah bagian dariperingatan kerja sama antara ASEAN dan Republicof Korea (ROK), dengan pokok bahasan diantaranya; Kerjasama Penanggulangan Bencana “Disaster management”,Industri Pariwisata “Tourism Industry” dan Penciptaan lapangan kerja untuk pemuda “Youth Job Creation”.Delegasi yang hadir dalam pertemuan ini berasal dari sebelas Negara, yakni; Myanmar, Philippines, Singapore, Thailand, Vietnam, Republik of Korea, Indonesia, Laos, Malaysia, Brunei Darussalam, Cambodia. (mac). (muhammadiyah.or.id)
Menurut Ela, acara yang dimotori oleh Asia exchange association republic of Korea Korea tersebut menjadi kebanggaan tersendiri bagi dirinya yang dapat berbagi ide dan gagasan bersama sebelas delegasi ASEAN yang hadir. “Kami banyak berbagi ide dan gagasan akan kemajuan perekonomian negara-negara di wilayah ASEAN, dan sisi lain juga sekaligus membahasisu-isu global dan regional,” jelasnya melalui sambungan telepon, Selasa (2/12). Dalam makalahnya Ela menjelaskan, potensi industri pariwisata yang dimiliki oleh indonesia begitu besar serta dapat dioptimalkan untuk kemajuan bangsa, berkaca dari situasi itu, kemurnian alam dan sektor wisata harus tetap dijaga. Maka dari itu, kegiatan eksplorasi kekayaan alam yang ada, jangan sampai mengakibatkan kerusakan lingkungan yang akan menggerus potensi wisata. Lebih lanjut menurut Ela, ada beberapa agenda yang membantu laju perkembangan industri pariwisata di ASEAN, diantaranya adalah faktor promosi di pasar global, penguatan kapasitas pelaku pariwisata, dan kebijakan yang pro terhadap pertumbuhan sektor wisata.
Agenda 5th ASEAN-Korea Frontier Forum iniadalah bagian dariperingatan kerja sama antara ASEAN dan Republicof Korea (ROK), dengan pokok bahasan diantaranya; Kerjasama Penanggulangan Bencana “Disaster management”,Industri Pariwisata “Tourism Industry” dan Penciptaan lapangan kerja untuk pemuda “Youth Job Creation”.Delegasi yang hadir dalam pertemuan ini berasal dari sebelas Negara, yakni; Myanmar, Philippines, Singapore, Thailand, Vietnam, Republik of Korea, Indonesia, Laos, Malaysia, Brunei Darussalam, Cambodia. (mac). (muhammadiyah.or.id)
10.30
Politikus Belanda: Kami Tidak Ingin Ada Islam di Belanda
REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Politikus sayap kanan Belanda, menyerukan
penutupan masjid di Belanda. "Integritas, identitas, dan budaya Belanda
dirusak oleh imigrasi dan inkubasi. Kami tidak ingin Islam ada di
Belanda," kata Anggota Partai Kebebasan Belanda (PVV), Machiel de Graaf,
seperti dilansir Daily Hurriyet News, Kamis (4/12).
Menurut Machiel, Belanda lebih baik tanpa ada masjid. Ini karena, umat Islam Belanda menolak untuk berasimilasi. Mereka (umat Islam-red) memiliki banyak anak sehingga mengancam identitas dan budaya Belanda.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Turki menyayangkan tuduhan agresif dan rasis yang dialamatkan kepada komunitas Turki di Belanda. Turki memperingatkan Belanda masalah itu akan mengganggu hubungan kedua negara.
"Tuduhan itu tidak bisa diterima. Kami sulit memahami mengapa ada serangan rasis yang tidak sesuai dengan hubungan kedua negara," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki.
Sumber anonim mengatakan kepada Asyur International News Agency bahwa para pejabat dari Turki dan Belanda sepakat "integrasi tidak berarti asimilasi".
Menurut CIA World Factbook, Islam adalah agama terbesar kedua di Belanda. Jumlahnya diperkirakan sekitar lima persen dari populasi Belanda.
Menurut Machiel, Belanda lebih baik tanpa ada masjid. Ini karena, umat Islam Belanda menolak untuk berasimilasi. Mereka (umat Islam-red) memiliki banyak anak sehingga mengancam identitas dan budaya Belanda.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Turki menyayangkan tuduhan agresif dan rasis yang dialamatkan kepada komunitas Turki di Belanda. Turki memperingatkan Belanda masalah itu akan mengganggu hubungan kedua negara.
"Tuduhan itu tidak bisa diterima. Kami sulit memahami mengapa ada serangan rasis yang tidak sesuai dengan hubungan kedua negara," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki.
Sumber anonim mengatakan kepada Asyur International News Agency bahwa para pejabat dari Turki dan Belanda sepakat "integrasi tidak berarti asimilasi".
Menurut CIA World Factbook, Islam adalah agama terbesar kedua di Belanda. Jumlahnya diperkirakan sekitar lima persen dari populasi Belanda.
10.24
Cara Pandang Konspiratif
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Azyumardi Azra
Tidak ragu lagi, salah satu warisan (legacy) Islam yang berkembang pesat dalam masa setengah abad terakhir adalah lembaga pendidikan Islam (PTAI), baik negeri (PTAIN) maupun swasta (PTAIS). Bermula dari Sekolah Tinggi Islam (STI), kemudian Fakultas Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) menjelang proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, PTAIN secara sederhana berawal dengan pendirian pendidikan kedinasan Kementerian Agama berupa Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Ciputat dan PerguruanTinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Yogyakarta pada 1957.
Cerita selanjutnya adalah ekspansi PTAIN ketika ADIA dan PTAIN meninggalkan status pendidikan kedinasan menjadi IAIN sejak 1960. Sepanjang tahun-tahun akhir pemerintahan Orde Lama dan awal Orde Baru satu persatu IAIN didirikan di banyak ibukota provinsi dengan fakultas cabang di sejumlah kota kecil. Berikutnya, pada 1997 seluruh fakultas cabang tersebut memperoleh peningkatan status menjadi STAIN.
Terakhir sejak 2002 sampai 2014. 10 IAIN dan satu STAIN menjadi UIN—sebuah nomenklatur baru dalam pendidikan tinggi Islam. Dalam waktu yang sama sejumlah STAIN menjadi IAIN. Hasilnya, kini terdapat 56 PTAIN yang terdiri dari 11 UIN, 24 IAIN dan 21 STAIN. Kini juga terdapat perguruan tinggi agama negeri Kristen (STAKN) dan Hindu (STAHN dan IAHN).
Mengamati perkembangan PTAIN, riwayatnya seolah menjadi pembuktian argumen Harry J. Benda dalam The Crescent and the Rising Sun: Indonesian Islam under the Japanese Occupation, 1942-1945 (1958). Meminjam argumennya, sejak masa Jepang dan kemerdekaan, sejarah Islam Indonesia tak lain riwayat ekspansi kaum santri dengan proses ‘santrinisasi’ lewat IAIN khususnya.
Hal yang sama juga ditegaskan MC. Ricklefs, sejarawan Australia terkemuka. Dalam karya terakhirnya, Islamization and Its Opponents in Java: A Political, Social, Cultural and Religious History, C. 1930 to the Present (2012), Ricklefs menyimpulkan, IAIN memainkan peran penting dalam proses Islamisasi yang menurut dia ‘tidak bisa dihentikan atau dimundurkan’.
Karena itu, perkembangan PTAIN dan kajian Islam yang menyertainya perlu dirayakan secara reflektif dan evaluatif agar dapat memberi kontribusi lebih besar lagi bagi negara-bangsa Indonesia. Terkait dengan hal itu, penulis Resonansi ini beruntung dapat turut merayakan sebagai narasumber dalam beberapa konperensi tentang kajian Islam pada Program PascaSarjana UIN Yogyakarta (18/11/2-14), Program PascaSarjana UIN Surabaya (20/11), Konperensi Internasional Tahunan Kajian Islam (AICIS XIV, IAIN Samarinda, 21-24/11/2014), dan IAIN Banjarmasin (25/11).
Dalam merayakan PTAIN dan Kajian Islam, juga sepatutnya penghargaan diberikan kepada mereka yang telah ikut mengasuhnya baik sarjana dan praktisi pendidikan dari lingkungan PTAIN sendiri, maupun kalangan luar yang turut mengabdikan diri dalam pengembangan PTAIN khususnya sejak masa IAIN sampai STAIN dan UIN.
Di antara sarjana asing yang turut membantu pengembangan IAIN adalah Karel Steenbrink dan Martin van Bruinessen, keduanya asal Belanda, yang masing-masing pada 1970an dan 1980an mengajar dan membantu pengembangan Program PascaSarjana di IAIN Yogyakarta dan IAIN Jakarta. Mereka memberikan kontribusi tidak hanya dalam penguatan pendekatan baru dalam kajian Islam yang lebih bersifat historis, antropologis dan sosiologis, tetapi juga menghasilkan lulusan S2 dan S3 yang kemudian memainkan peran penting dalam pengembangan IAIN dan Program PascaSarjananya.
Meski banyak kemajuan PTAIN dan kajian Islam, masih ada kalangan yang tidak bisa menggunakan nalar obyektifnya, dan sebaliknya menggunakan cara pandang konspiratif. Misalnya, dalam konperensi internasional ‘Dynamics of the Studies on Indonesian Islam: Tribute to Karel Steenbrink and Martin van Bruinessen’ di Program PascaSarjana UIN Sunan Kalijaga’ seorang audiens dalam kesempatan tanya jawab menyatakan tentang adanya ‘konspirasi’ jahat untuk meminggirkan Islam dan Muslim di Indonesia.
Lebih jauh dengan cara pandang konspiratif, dia mengutip kembali dikotomi usang tentang ‘minna’ dan ‘minhum’ terkait politik dan pemerintahan. Dengan oposisi biner’ ini, pemerintahan yang ada bukanlah pemerintahan umat—bukan ‘dari kita’ (minna).
Cara pandang konspiratif jelas sangat merugikan. Pertama, menciptakan ‘majority with a minority complex, ungkapan sosiolog Belanda, W.F. Wertheim ketika mengamati sosiologi umat Islam Indonesia di masa Presiden Soekarno. Cara pandang seperti ini sempat bertahan dalam psikologi sebagian umat Islam Indonesia pada masa Orde Baru. Akibatnya, mereka terhinggapi perasaan menjadi tamu di rumahnya sendiri.
Meski cara pandang konspiratif sebagian besarnya memudar sejak 1990an, masih ada saja yang ‘menyanyikan lagu lama’ ini. Cara pandang seperti itu sepatutnya diganti dengan kacamata lebih positif; bersyukur dengan kemajuan yang telah dicapai, mengoreksi hal-hal yang belum pada tempatnya dan turut melakukan apa yang bisa dilakukan untuk lebih memajukan umat dan negara-bangsa Indonesia.
Tidak ragu lagi, salah satu warisan (legacy) Islam yang berkembang pesat dalam masa setengah abad terakhir adalah lembaga pendidikan Islam (PTAI), baik negeri (PTAIN) maupun swasta (PTAIS). Bermula dari Sekolah Tinggi Islam (STI), kemudian Fakultas Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) menjelang proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, PTAIN secara sederhana berawal dengan pendirian pendidikan kedinasan Kementerian Agama berupa Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Ciputat dan PerguruanTinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Yogyakarta pada 1957.
Cerita selanjutnya adalah ekspansi PTAIN ketika ADIA dan PTAIN meninggalkan status pendidikan kedinasan menjadi IAIN sejak 1960. Sepanjang tahun-tahun akhir pemerintahan Orde Lama dan awal Orde Baru satu persatu IAIN didirikan di banyak ibukota provinsi dengan fakultas cabang di sejumlah kota kecil. Berikutnya, pada 1997 seluruh fakultas cabang tersebut memperoleh peningkatan status menjadi STAIN.
Terakhir sejak 2002 sampai 2014. 10 IAIN dan satu STAIN menjadi UIN—sebuah nomenklatur baru dalam pendidikan tinggi Islam. Dalam waktu yang sama sejumlah STAIN menjadi IAIN. Hasilnya, kini terdapat 56 PTAIN yang terdiri dari 11 UIN, 24 IAIN dan 21 STAIN. Kini juga terdapat perguruan tinggi agama negeri Kristen (STAKN) dan Hindu (STAHN dan IAHN).
Mengamati perkembangan PTAIN, riwayatnya seolah menjadi pembuktian argumen Harry J. Benda dalam The Crescent and the Rising Sun: Indonesian Islam under the Japanese Occupation, 1942-1945 (1958). Meminjam argumennya, sejak masa Jepang dan kemerdekaan, sejarah Islam Indonesia tak lain riwayat ekspansi kaum santri dengan proses ‘santrinisasi’ lewat IAIN khususnya.
Hal yang sama juga ditegaskan MC. Ricklefs, sejarawan Australia terkemuka. Dalam karya terakhirnya, Islamization and Its Opponents in Java: A Political, Social, Cultural and Religious History, C. 1930 to the Present (2012), Ricklefs menyimpulkan, IAIN memainkan peran penting dalam proses Islamisasi yang menurut dia ‘tidak bisa dihentikan atau dimundurkan’.
Karena itu, perkembangan PTAIN dan kajian Islam yang menyertainya perlu dirayakan secara reflektif dan evaluatif agar dapat memberi kontribusi lebih besar lagi bagi negara-bangsa Indonesia. Terkait dengan hal itu, penulis Resonansi ini beruntung dapat turut merayakan sebagai narasumber dalam beberapa konperensi tentang kajian Islam pada Program PascaSarjana UIN Yogyakarta (18/11/2-14), Program PascaSarjana UIN Surabaya (20/11), Konperensi Internasional Tahunan Kajian Islam (AICIS XIV, IAIN Samarinda, 21-24/11/2014), dan IAIN Banjarmasin (25/11).
Dalam merayakan PTAIN dan Kajian Islam, juga sepatutnya penghargaan diberikan kepada mereka yang telah ikut mengasuhnya baik sarjana dan praktisi pendidikan dari lingkungan PTAIN sendiri, maupun kalangan luar yang turut mengabdikan diri dalam pengembangan PTAIN khususnya sejak masa IAIN sampai STAIN dan UIN.
Di antara sarjana asing yang turut membantu pengembangan IAIN adalah Karel Steenbrink dan Martin van Bruinessen, keduanya asal Belanda, yang masing-masing pada 1970an dan 1980an mengajar dan membantu pengembangan Program PascaSarjana di IAIN Yogyakarta dan IAIN Jakarta. Mereka memberikan kontribusi tidak hanya dalam penguatan pendekatan baru dalam kajian Islam yang lebih bersifat historis, antropologis dan sosiologis, tetapi juga menghasilkan lulusan S2 dan S3 yang kemudian memainkan peran penting dalam pengembangan IAIN dan Program PascaSarjananya.
Meski banyak kemajuan PTAIN dan kajian Islam, masih ada kalangan yang tidak bisa menggunakan nalar obyektifnya, dan sebaliknya menggunakan cara pandang konspiratif. Misalnya, dalam konperensi internasional ‘Dynamics of the Studies on Indonesian Islam: Tribute to Karel Steenbrink and Martin van Bruinessen’ di Program PascaSarjana UIN Sunan Kalijaga’ seorang audiens dalam kesempatan tanya jawab menyatakan tentang adanya ‘konspirasi’ jahat untuk meminggirkan Islam dan Muslim di Indonesia.
Lebih jauh dengan cara pandang konspiratif, dia mengutip kembali dikotomi usang tentang ‘minna’ dan ‘minhum’ terkait politik dan pemerintahan. Dengan oposisi biner’ ini, pemerintahan yang ada bukanlah pemerintahan umat—bukan ‘dari kita’ (minna).
Cara pandang konspiratif jelas sangat merugikan. Pertama, menciptakan ‘majority with a minority complex, ungkapan sosiolog Belanda, W.F. Wertheim ketika mengamati sosiologi umat Islam Indonesia di masa Presiden Soekarno. Cara pandang seperti ini sempat bertahan dalam psikologi sebagian umat Islam Indonesia pada masa Orde Baru. Akibatnya, mereka terhinggapi perasaan menjadi tamu di rumahnya sendiri.
Meski cara pandang konspiratif sebagian besarnya memudar sejak 1990an, masih ada saja yang ‘menyanyikan lagu lama’ ini. Cara pandang seperti itu sepatutnya diganti dengan kacamata lebih positif; bersyukur dengan kemajuan yang telah dicapai, mengoreksi hal-hal yang belum pada tempatnya dan turut melakukan apa yang bisa dilakukan untuk lebih memajukan umat dan negara-bangsa Indonesia.